Minggu, 29 Desember 2013

Here I am



Here I am, which is what it is that I do not have anything of value except faith, loyalty, sacrifice, struggle that has become my life experience as an ornamental in the day for me was standing upon the motherland,
My life is my story and how the story?
comes the desire to be able to have all forgotten memory loss
and I sprinting to forget who has turned ...
but in reality I was a dreamer who never stops dreaming though iitu approaching very word impossible ... yaaa impossible possible, know what?

Kamis, 26 Desember 2013

NILAI KARAKTER

Pendidikan Nilai

Pembentukan karakter merupakan bagian dari pendidikan nilai (values education) melalui sekolah merupakan usaha mulia yang mendesak untuk dilakukan. Bahkan, kalau kita berbicara tentang masa depan, sekolah bertanggungjawab bukan hanya dalam mencetak peserta didik yang unggul dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi juga dalam jati diri, karakter dan kepribadian. Dan hal ini relevan dan kontekstual bukan hanya di negara-negara yang tengah mengalami krisis watak seperti Indonesia, tetapi juga bagi negara-negara maju sekalipun (cf. Fraenkel 1977: Kirschenbaum & Simon 1974).
Usaha pembentukan watak melalui sekolah, hemat saya, selain dengan pendidikan karakter di atas, secara berbarengan dapat pula dilakukan melalui pendidikan nilai dengan langkah-langkah sebagai berikut:
Pertama, menerapkan pendekatan “modelling” atau “exemplary” atau “uswah hasanah”. Yakni mensosialisasikan dan membiasakan lingkungan sekolah untuk menghidupkan dan menegakkan nilai-nilai akhlak dan moral yang benar melalui model atau teladan. Setiap guru dan tenaga kependidikan lain di lingkungan sekolah hendaklah mampu menjadi “uswah hasanah” yang hidup (living exemplary) bagi setiap peserta didik. Mereka juga harus terbuka dan siap untuk mendiskusikan dengan peserta didik tentang berbagai nilai-nilai yang baik tersebut.
Kedua, menjelaskan atau mengklarifikasikan kepada peserta didik secara terus menerus tentang berbagai nilai yang baik dan yang buruk. Usaha ini bisa dibarengi pula dengan langkah-langkah; memberi penghargaan (prizing) dan menumbuhsuburkan (cherising) nilai-nilai yang baik dan sebaliknya mengecam dan mencegah (discouraging) berlakunya nilai-nilai yang buruk; menegaskan nilai-nilai yang baik dan buruk secara terbuka dan kontinu; memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memilih berbagai alternatif sikap dan tindakan berdasarkan nilai; melakukan pilihan secara bebas setelah menimbang dalam-dalam berbagai konsekuensi dari setiap pilihan dan tindakan; membiasakan bersikap dan bertindak atas niat dan prasangka baik (husn al-zhan) dan tujuan-tujuan ideal; membiasakan bersikap dan bertindak dengan pola-pola yang baik yang diulangi secara terus menerus dan konsisten.
Ketiga, menerapkan pendidikan berdasarkan karakter (character-based education). Hal ini bisa dilakukan dengan menerapkan character-based approach ke dalam setiap mata pelajaran nilai yang ada di samping matapelajaran-mata pelajaran khusus untuk pendidikan karakter, seperti pelajaran agama, pendidikan kewarganegaraan (PKn), sejarah, Pancasila dan sebagainya. Memandang kritik terhadap matapelajaran-matapelajaran terakhir ini, perlu dilakukan reorientasi baik dari segi isi/muatan dan pendekatan, sehingga mereka tidak hanya menjadi verbalisme dan sekedar hapalan, tetapi betul-betul berhasil membantu pembentukan kembali karakter dan jatidiri bangsa.
Wallahu a`lam bish-shawab.

http://www.erlangga.co.id/umum/7405-pendidikan-karakter-peran-sekolah-dan-keluarga-.html

KARAKTER BANGSA

Krisis Karakter Bangsa

Pembicaran tentang membangun kembali watak dan karakter guna revitalisasi kebangggaan dan kehormatan bangsa telah memenuhi ruang publik sejak jatuhnya Presiden Soeharto dari kekuasaannya pada 1998 hingga sekarang ini—telah lebih daripada satu dasawarsa. Perubahan-perubahan dramatis, cepat dan berjangka panjang dalam kehidupan politik yang pada gilirannya juga menimbulkan disorientasi sosial dan kultural memunculkan wacana dan harapan tentang perlunya pembentukan kembali watak bangsa; ungkapan Presiden pertama RI, Soekarno tentang ‘nation and character building’ kembali menemukan relevansinya.
Berakhirnya kekuasaan Orde Baru, berbarengan dengan munculnya krisis dalam berbagai aspek kehidupan bangsa telah menimbulkan krisis pula dalam watak dan ketahanan bangsa. Semakin derasnya arus globalisasi yang membawa berbagai bentuk dan ekspresi budaya global merupakan faktor tambahan penting yang mengakibatkan pengikisan watak bangsa berlangsung semakin lebih cepat dan luas. Akibat lebih lanjut, krisis watak bangsa menimbulkan disrupsi dan dislokasi dalam kehidupan sosial dan kultural bangsa, sehingga dapat mengancam integritas dan ketahanan bangsa secara keseluruhan.
Masa sejak masa pasca-Soeharto sampai sekarang ini yang sering disebut sebagai “masa reformasi” kita agaknya hanya mampu mewujudkan sebagian dari cita-cita pembentukan masyarakat Indonesia yang berkarakter; tetapi masih banyak lagi agenda yang harus dilakukan. Untuk menyebut satu bidang kehidupan saja, Indonesia memang menjadi lebih demokratis, bahkan kini mungkin “terlalu demokratis”. Jika pada masa Soeharto kita memiliki “too little too late democracy”, kini kita agaknya mempunyai “too much democracy”, yang secara salah masih saja diekspresikan dalam bentuk demonstrasi yang berkepanjangan. Dengan demikian, konsolidasi demokrasi belum sepenuhnya terwujud, meski Indonesia sukses melaksanakan Pemilu legislatif  dan Presiden 2004; Pemilu Legislatif  9 April 2009, dan Pilpres 8 Juni 2009, yang juga berjalan relatif aman, dan damai. Namun pada pihak lain, Pemilukada yang berlangsung seolah-olah tidak pernah putus di berbagai daerah sering berujung konflik horizontal; keadaban nyaris lenyap dalam aksi-aksi massa yang terlibat dalam pertikaian politik.
Dengan begitu terlihat bahwa masyarakat kita mengalami berbagai disorientasi. Karena itulah harapan dan seruan dari berbagai kalangan masyarakat kita dalam beberapa tahun terakhir untuk pembangunan kembali watak atau karakter kemanusiaan melalui pendidikan karakter menjadi semakin meningkat dan nyaring.
Kebijakan Kemendikbudnas  mengutamakan pendidikan karakter dapat menjadi momentum penting dalam konteks ini di tanah air kita.
Jika dilacak lebih jauh, krisis dalam watak dan karakter bangsa itu terkait banyak dengan semakin tiadanya harmoni dalam keluarga (Cf. International Education Foundation 2000). Banyak keluarga mengalami disorientasi bukan hanya karena menghadapi krisis ekonomi, tetapi juga karena serbuan globalisasi nilai-nilai dan gaya hidup yang tidak selalu kompatibel dengan nilai-nilai dan norma-norma agama, sosial-budaya nasional dan lokal Indonesia. Sebagai contoh saja, gaya hidup hedonistik dan materialistik; dan permissif sebagaimana banyak ditayangkan dalam telenovela dan sinetron pada berbagai saluran TV Indonesia, hanya mempercepat disorientasi dan dislokasi keluarga dan rumahtangga.
Akibatnya, tidak heran kalau banyak anak-anak yang keluar dari keluarga dan rumahtangga hampir tidak memiliki watak dan karakter. Banyak di antara anak-anak yang alim dan bajik di rumah, tetapi nakal di sekolah, terlibat dalam tawuran, penggunaan obat-obat terlarang, dan bentuk-bentuk tindakan kriminal lainnya, seperti perampokan bis kota dan sebagainya. Inilah anak-anak yang bukan hanya tidak memiliki kebajikan (righteousness) dan inner beauty dalam karakternya, tetapi malah mengalami kepribadian terbelah (split personality).
Sekolah menjadi seolah tidak berdaya menghadapi kenyataan ini. Dan sekolah selalu menjadi kambing hitam dari merosotnya watak dan karakter bangsa. Padahal, sekolah sendiri menghadapi berbagai masalah berat menyangkut kurikulum yang overload, fasilitas yang tidak memadai, kesejahteraan guru dan tenaga kependidikan yang rendah. Menghadapi beragam masalah ini sekolah seolah kehilangan relevansinya dengan pembentukan karakter. Sekolah, sebagai konsekuensinya, lebih merupakan sekadar tempat bagi transfer of knowledge daripada character building, tempat pengajaran daripada pendidikan.

DREAM

CITA-CITA..


Dalam sebuah perjalanan hidup, cita-cita terbesar adalah menuju kesempurnaan. ada kalanya kita mesti berjuang, serta belajar menyikapi segala rahasia dalam kehidupan..
perjalanan menuju kesempurnaan adalah proses yang menentukan setiap tapak langkah kita. setiap hembusan nafas, detak jantung, dari siang menuju malam. semua menuju titik yang sama, kesempurnaan..
setiap insan mempunyai hak yang sama atas waktu. tidak ada seorangpun melebihi dari yang lain. namun tak jarang setiap kita berbeda dalam mensikapinya. ada yang berjuang untuk melewatinya dengan membunuh waktu. tidak pula sedikit yang merasakan sempitnya kesempatan yang ia punya.
apa rahasia terbesar dalam hidup ini..?? melewati hari ini dengan penuh makna. makna tentang cinta, ilmu, dan iman.. dengan cinta hidup menjadi indah, dengan ilmu hidup menjadi mudah, dan dengan iman hidup menjadi terarah..
 
http://setiawan991.blogspot.com/

PUISI DENGAN UNSUR INSTRINSIK

KARANGAN BUNGA
Tiga anak kecil Dalam langkah malu-malu
Datang ke Salemba Sore itu
“Ini dari kami bertiga Pita hitam pada karangan bunga
Sebab kami ikut berduka
Bagi kakak yang ditembak mati siang tadi”.
Karya: Taufiq Ismail

Unsur Intrinsik Puisi “Karangan Bunga”
  1. Tema: Kepahlawanan
  2. Amanat Kita harus menghargai jasa para pahlawan Kita harus meneruskan perjuangan para pahlawan
  3.   Sudut Pandang: Orang ketiga
  4. Nada dan suasana: Nada sedih menimbulkan suasana duka
  5.   Tipografi: Bentuknya rapi, terdiri dari 2 bait, bait pertama terdiri dari 4 baris, bait kedua terdiri dari 5 baris.
  6.   Irama: Bait pertama bersajak a b c b Bait kedua bersajak a a a b b
  7.   Penginderaan/Citraan/Imaji Penglihatan: bait pertama baris 1-4 bait kedua baris 1-2 bait kedua baris 4-5 Perasaan : bait kedua baris 3
  8. Bahasa: 1) Ungkapan/Pilihan Kata Tiga anak kecil : tiga tuntunan rakyat yang mekar dan baru lahir. Pita hitam sebagai tanda berduka cita/berkabung. Kakak kami berarti orang yang dianggap sebagai kakak.

PUISI

KASIH SAYANG ORANG TUA

KASIH SAYANG ORANG TUA
 
Setiap kali membuka mata dengan mata mengantuk,
Mereka tersenyum kepadaku….

Saat ku lelah karena melewati lintasan yang jauh,
Mereka langsung cemas kepadaku…

Sekalipun ku sakit, mereka tetap menyayangiku
Saat ku tersenyum, mereka ikut tersenyum

Saat ku sedih, mereka memeluk dengan kasih sayang
Walaupun aku akan diterjang badai,
Orangtuaku akan selalu melindungiku

Walaupun kehilangan orang yangh kucintai,
Tapi tetap orang tuaku yang menjadi nomor satu untuk menemaniku

Oh, orangtuaku yang kusayangi,
Aku berjanji tidak akan sedih lagi,
Jika kehilangan orang yang kusayangi,
Kecuali kamu orangtua ku yang kusayangi……

By D.Maria.K
Kelas 3 SD Sekolah Dasar

Jumat, 20 Desember 2013

BELAJAR



DEFINISI 


 Belajar adalah perubahan yang relatif permanen dalam perilaku atau potensi perilaku sebagai hasil dari pengalaman atau latihan yang diperkuat. Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.
    Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pelajar, sedangkan respons berupa reaksi atau tanggapan pelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur, yang dapat diamati adalah stimulus dan respons, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pelajar (respons) harus dapat diamati dan diukur.

 Bagaimanakah cara agar belajar menjadi menyenagkan ?

http://www.pendidikankarakter.com/cara-jitu-menumbuhkan-semangat-belajar-pada-anak/